BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penulisan
Karir umumnya sering diartikan
sebagai ide untuk terus bergerak ke atas dalam garis pekerjaan yang dipilih
seseorang. Bergerak ke atas artinya memperoleh upah / gaji yang lebih besar,
tanggung jawab yang semakin berat, status, prestise, dan kekuasaan. Definisi
karir yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah rangkaian sikap dan
perilaku yang dirasakan seseorang yang berhubungan dengan kegiatan dan
pengalaman kerja dalam kehidupan seseorang. Definisi ini menekankan bahwa karir
berisikan sikap dan perilaku serta rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan
pekerjaan. Karir seseorang meliputi sebuah rangkaian pilihan di antara berbagai
peluang dalam kehidupan. Tetapi dari sudut pandang organisasi, karir mencakup
proses yang digunakan organisasi untuk melakukan pembaruan. Oleh karena itu,
dalam penulisan makalah ini penulis mengangkat judul “KARIR DALAM MANAJEMEN”.
1.2. Rumusan Masalah
·
Apakah yang dimaksud dengan karir ?
·
Apa sajakah kriteria yang menentukan efektivitas karir ?
·
Apa sajakah tahap – tahap karir ?
·
Apakah yang dimaksud dengan jalur karir ?
·
Apakah yang perlu kita ketahui mengenai perencanaan karir dalam
manajemen ?
1.3. Tujuan Penulisan
·
Untuk mengetahui definisi karir.
·
Untuk mengetahui kriteria yang menentukan efektivitas karir.
·
Untuk mengetahui tahap – tahap karir.
·
Untuk mengetahui jalur karir.
·
Untuk mengetahui perencanaan karir dalam manajemen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Karir
Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses
suatu konsep yang tidak statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan
karir sebagai “perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”.
Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir
pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut.
Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang
pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan
karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau
mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini
mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan
serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh
dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi
positif atau negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang
buruk. Ada perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu
saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir
dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal,
tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan
tidak formal.
Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi
organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih
penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan
pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin
akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia
mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan
pengembangan karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi
manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung
lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan
karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi
akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan
motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi
kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang sama
pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan
yang dilakukan seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang
adalah sampai usia berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda
ingin menjadi long life employee atau Anda merencanakan membuka usaha sendiri
pada usia tertentu?
Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :
1. Steady State: Pilihan karir untuk
mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu. Misalnya terus-menerus
bekerja di satu profesi, sebagai programmer saja.
2. Linear : Adanya peningkatan ke atas pada
satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini Anda bekerja sebagai programmer,
kemudian meningkat menjadi System Analyst.
3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang
pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian beralih bidang pekerjaan, dimana tetap
menggunakan keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah
bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha pribadi
”software house”, dengan memanfaatkan skill dan pengalaman Anda sebelumnya.
4. Transitory: Memilih beralih karir dalam
jangka waktu yang cepat, dimana keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi
menjadi tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai programmer, Anda
ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda memutuskan untuk menjadi
instruktur dan sebagainya.
2.2. Kriteria yang
Menentukan Efektivitas Karir
·
Kinerja
Gaji dan posisi adalah indikator yang lebih populer dari kinerja
karir. Jelasnya, semakin cepat gaji seseorang meningkat, dan semakin tinggi
kedudukannya, maka semakin tinggi pula kinerja karirnya. Derajat pertumbuhan
gaji dan posisi tercermin dalam seberapa banyak tindakan pekerja yang
memberikan kontribusi demi pencapaian kinerja organisasi
·
Sikap
Konsep sikap karir (career attitudes) mengacu pada cara orang –
orang memandang dan mengevaluasi karir mereka. Orang – orang yang memiliki
sikap karir yang positif juga akan memiliki persepsi dan evaluasi yang positif
tentang karir mereka. Sikap positif memiliki implikasi penting terhadap
organisasi, karena orang – orang yang memiliki sikap positif lebih memiliki
komitmen karir dan keterlibatan jabatan yang tinggi.
·
Kemampuan adaptasi
Sedikit sekali profesi yang bersifat stagnan dan tidak mengalami
perubahan. Perubahan itu sendiri membutuhkan pengetahuan dan keahlian baru
untuk mempraktikkannya. Orang – orang yang tidak mampu beradaptasi dengan
perubahan itu dan tidak dapat mempraktikkannya dalam karir mereka akan segera
mengalami kesulitan dan kehilangan pekerjaan.
·
Identitas
Identitas karir (career identity) mencakup dua unsur penting.
Pertama, wawasan yang menyebabkan orang – orang memiliki kesadaran yang jelas
dan konsisten terhadap minat, nilai – nilai, dan harapan mereka untuk masa yang
akan datang. Kedua, wawasan yang menyebabkan orang – orang memandang kehidupan
mereka tetap konsisten sepanjang waktu, wawasan yang menyebabkan mereka melihat
diri mereka sendiri sebagai perpanjangan dari masa lalu mereka. Ide yang
terwujud dalam konsep ini adalah, “ingin jadi itu ?” orang – orang yang mampu
menjawab pertanyaan ini secara memuaskan biasanya memiliki karir yang efektif,
dan mampu memberikan konribusi kepada organisasi yang mempekerjakan mereka.
2.3. Tahap Karir
Menurut James L. Gibson (1996; 320), tahap – tahap karir terbagi
menjadi :
·
Pembentukan karir
Orang – orang memberikan perhatian lebih pada kebutuhan akan
keamanan kerja. Selama masa pembentukan, mereka membutuhkan dan mencari
dukungan dari orang lain, terutama manajer mereka. Penting bagi para manajer
untuk menyadari kebutuhan ini dan menanggapinya dengan melakukan pembinaan.
·
Pengembangan karir
Para manajer menunjukkan perhatian yang lebih kecil terhadap
kebutuhan akan rasa aman, dan lebih memperhatikan masalah prestasi, aktualisasi
diri, dan otonomi. Promosi dan kemajuan untuk meraih jabatan yang lebih tinggi,
sebagaimana peluang untuk menguji pendapat dengan bebas, merupakan
karakteristik tahap ini.
·
Pemeliharaan karir
Tahap pemeliharaan karir ditandai dengan upaya menjaga
stabilitas penghasilan yang diperoleh sebelumnya. Aktualisasi diri merupakan
kebutuhan terpenting pada tahap ini. Banyak orang yang mengalami krisis karir
madya selama fase pemeliharaan. Sebgian orang tidak dapat mencapai kepuasan
dari pekerjaannya dan, sebagai konsekuensinya, menjadi kurang berprestasi.
Mereka lalu kehilangan dukungan dari para manajer, sehingga kondisi kesehatan
dan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan mereka semakin buruk.
Para manajer yang berada dalam pemeliharaan diharapkan dapat
membina pekerja yang ada di tahap awal. Mereka juga didorong untuk memperluas
minat mereka dan lebih banyak berhubungan dengan orang – orang di luar
organisasi. Jadi, pusat kegiatan para manajer dalam tahap ini adalah menjalani
pelatihan dan interaksi denan pihak lain. Mereka menilai prestasi kerja orang
lain yaitu karakteristik dalam tahap ini yang mampu memunculkan tekanan
psikologis. Seseorang yang tidak mampu tuntutan baru dan berbeda ini, bisa jadi
akan kembali ke tahap sebelumnya. Sedangkan yang lain mungkin merasa puas
dengan melihat beberapa rekan kerja mereka terus bergerak untuk meraih jabatan
yang lebih baik. Mereka akan tetap berada dalam fase pemeliharaan sampai
pensiun.
Di samping program pembinaan, manajer tahap pemeliharaan dapat
memperkaya pengembangan karirnya dengan membangun hubungan sepergaulan (peer relationship).
Hubungan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai information peer (saling
berbagi informasi), collegial peer (saling memeberikan bantuan dalam
mengerjakan tugas – tugas, persahabatan), dan special peer (saling memberikan
dukungan emosional, konfirmasi.
·
Penarikan diri dari karir
Fase penarikan diri menindaklanjuti fase pemeliharaan. Dalam hal
ini seseorang bisa menuntaskan sebuah karir atau pindah ke karir yang lain.
Seseorang yang tidak melakukan perpindahan karir dalam tahap ini, akan mengalami
proses aktualisasi diri melalui kegiatan yang tidak mungkin dapat dilakukan
ketika dia masih aktif bekerja.
Menurut Hall and Morgan ( 1977), ada Empat Tahapan
Karir yang biasa dilalui seorang
pegawai yaitu :
• tahap coba- coba,
• tahap kemapanan,
• tahap pertengahan,
• tahap lanjut.
Menurut Male Emporium, tahap karir terbagi menjadi :
1. Tahap Membangun Identitas
Setelah menyelesaikan studinya, seseorang mulai memasuki tahap
pencarian jati diri. Biasanya usianya di bawah tiga puluh tahun. Mereka mencoba
menemukan apa kira-kira pekerjaan yang terbaik bagi dirinya. Untuk menjawab
pertanyaan ini, mereka kadang-kadang suka berpindah-pindah karier dan
pekerjaan. Mereka juga sering meminta pendapat dari banyak orang seputar karier
dan pekerjaan. Sebagian besar orang pada tahap ini belum menyadari nilai-nilai,
kekuatan serta kelemahan yang dimiliki.
Seseorang yang masih berada pada tahap ini biasanya memiliki
motivasi untuk memperoleh keahlian-keahlian mendasar yang diperlukan dalam
pekerjaan, serta memahami struktur, fungsi, dan budaya organisasi. Mereka juga
mulai membangun hubungan dan network dengan rekan-rekan kerja yang ada, serta
menelusuri dinamika profesional. Namun jika seseorang menjalani fase ini dengan
kerangka berpikir yang positif, mereka dapat mempelajari dan menelusuri
berbagai kemungkinan yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan.
Pada sekitar awal sampai pertengahan 30-an, mereka membangun
identitas professional serta mulai diterima sebagai bagian dari kelompok
profesional tersebut. Fase ini ditandai dengan sikap penuh semangat
(excitement) , di mana seseorang merasa bangga karena dapat melakukan pekerjaan
yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. Keahlian baru terus dipelajari dan
diperoleh, lalu seseorang mulai menetapkan tujuan dan membangun mindset yang
bersifat success-oriented . Namun hendaknya seseorang jangan cepat berpuas
diri, karena sebetulnya masih banyak hal yang bisa dicapai.
2. Tahap Mencari Tanggung Jawab
Pada masa usia sekitar pertengahan 30-an sampai dengan umur 40-an,
mereka telah mulai merasa menemukan jati dirinya. Mereka ingin menerima
tanggung-jawab yang lebih besar untuk mengatur orang lain dalam organisasi.
Dengan kata lain, banyak dari mereka yang mencari posisi sebagai pemimpin,
serta tidak jarang telah memiliki reputasi dalam dunia bisnis, balk pada
tingkat lokal, nasional, bahkan global.
Mereka mulai memahami bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan
oleh kerja individu, namun juga perlu adanya peran saling ketergantungan, serta
menyelesaikan pekerjaan mereka melalui usaha-usaha yang dilakukan orang lain.
Network yang dimiliki pun semakin meluas dan mereka semakin mendapatkan
penghormatan dari para anggota organisasi yang lain.
3. Tahap Inovasi & Pengambilan Resiko
Pada usia 40-an seseorang telah merasa nyaman dengan karier yang
dijalani, dengan pemahaman yang semakin mendalam mengenai industri yang
digeluti. Seseorang tetap ingin menjaga komitmen dengan karier yang dijalaninya
pada tahap ini dan pada saat yang sama berusaha secara terus-menerus meng-update
pengetahuan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan standar industri, sehingga
mereka memiliki keahlian yang semakin beragam.
Suatu aktivitas yang tidak akan dan tidak boleh berhenti sampai
kapanpun. Seseorang pada tahap ini termotivasi untuk terlibat dalam perencanaan
strategis, inovasi, dan pengambilan resiko bagi kepentingan organisasi. Mereka
memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya, baik internal maupun
eksternal dalam proses pengambilan keputusan.
4. Tahap Persiapan Pensiun
Setelah tahap ini dilewati mereka mulai merasakan
ketidaknyamanan menjelang memasuki masa pensiun akibat ketidakpastian mengenai
apa yang akan dilakukan setelah pensiun. Pensiun berarti seseorang akan
kehilangan berbagai fasilitas-fasilitas dan reputasi yang selama ini ia
nikmati. Oleh karenanya, mereka perlu melakukan persiapan yang matang, baik
secara finansial maupun secara mental, karena tahapan ini adalah tahapan yang
mau tidak mau harus dialami, berbeda dengan tahapan-tahapan lainnya.
Menurut Robert L. Mathis, tahap karir terbagi menjadi :
·
Tahap Pertumbuhan. Tahap ini berlangsung kurang lebih dari saat
lahir hingga seseorang berumur 14 tahun dan merupakan periode di mana seseorang
mengembangkan suatu citra pribadi dengan mengidentifikasikan dirinya dan
berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, kawan, dan guru. Pada awal
periode ini, permainan peranan adalah penting, dan anak-anak menerapkan peranan
yang berbeda-beda. Hal ini membantu mereka untuk membentuk impresi tentang
bagaimana reaksi orang lain terhadap prilaku yang berbeda-beda dan memberi
kontribusi pada upaya mereka mengembangkan citra pribadi atau identitas
tersendiri. Pada saat mulai berakhirnya periode ini, si remaja mulai berfikir
realistik tentang alternatif keahlian.
·
Tahap Eksplorasi. Dalam periode ini kurang lebih berlangsung
pada saat seseorang berusia 15 hingga 24 tahun, seseornag berusaha menggali
berbagai alternatif keahlian secara serius, dengan upaya membanding-bandingkan
alternatif tersebut dengan hal-hal yang telah dipelajarinya tentang alternatif
tersebut dan tentang minat dan kemampuannya sendiri di sekolah, aktivitas waktu
senggang, gan hobi. Biasanya, pada saat-saat awal periode ini terbentu beberapa
pilihan keahlian tentatif yang luas. Pilihan ini kemudian disempurnakan pada
saat seseorang mempelajari lebih banyak tentang pilihan itu dan tentang dirinya
sendiri sampai pada saat akan berakhirnya tahap ini., ditetapkannya kemungkinan
pilihan yang sesuai dan orang yang bersangkutan mencoba suatu pekerjaan awal.
Barangkali tugas yang paling penting yang dimiliki seseorang dalam tahap ini
dan tahap selanjutnya adalah mengembangkan pemahaman yang realistik tentang
kemampuan dan bakatnya. Demikian juga halnya, seseorang harus mampu menemukan
dan mengembangkan nilai-nilai positif, dan ambisinya serta mengambil keputusan
yang baik berdasarkan atas sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai
alternatif keahlian.
·
Tahap Pemantapan. Tahap ini berlangsung sejak seseorang berusia
24 hingga 44 tahun. Tahap ini merupakan inti kehidupan kerja setiap orang pada
umumnya. Tahap pemantapan ini terdiri dari tiga subtahap. – Subtahap percobaan
berlangsung sejak seseorang berusia 25 hingga 30 tahun. Selama periode ini
orang yang bersangkutan menentukan apakah bidang yang dipilih cocok atau tidak,
apabila tidak mungkin diupayakan beberapa perubahan. – Subtahap Stabilisasi
yang berlangsung pada usia 30 – 40 tahun. Pada tahap ini tujuan pekerjaan
perusahaan ditetapkan dan orang yang bersangkutan merencanakan karir secara
lebih eksplisit untuk menentukan urutan promosi, perubahan pekerjaan, dan/atau
aktivitas pendidikan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Akhirnya
pada usia 40 – 44 tahun orang tersebut mengalami masa subtahap krisis karir
pertengahan. Dalam subtahap ini orang sering melakukan penilaian kembali
kemajuan mereka dalam hubungannya dengan ambisi dan tujuan semula. Mereka
mungkin merasa bahwa mereka tidak akan dapat mencapai cita-cita, atau setelah
melakukan hal-hal yang direncanakan, hasil yang dicapai tidak sebagaimana yang
diharapkan. Orang-orang harus memutuskan sejauh mana kadar penting pekerjaan
dan karir mereka seharusnya dalam kehidupan. Sering dalam subtahap krisis karir
pertengahan ini, untuk pertama kalinya menghadapi kesukaran untuk memutuskan
hal-hal yang sesungguhnya diinginkan, hal-hal yang dapat dicapai, dan seberapa
banyak yang harus dikorbankan untuk mencapai hal itu. Biasanya dalam subtahap
ini sebagian orang untuk mempertama kali menyadari bahwa mereka memiliki
jenjang karir, misalnya perhatian pokok pada rasa aman, atau pada kemandirian
dan kebebasan di mana mereka tidak akan menyerah untuk mencapainya apabila
pilihan harus dilakukan.
·
Tahap Pemeliharaan. Antara usia sekitar 45 – 65, banyak orang
yang hanya sekedar menyelip dari subtahap stabilisasi de dalam tahap
pemeliharaan. Dalam tahap ini seseorang telah menciptakan suatu tempat dalam
dunia kerja dan semua upaya umumnya sekarang diarahkan untuk mengamankan tempat
tersebut.
·
Tahap Kemunduran. Pada saat usia pensiun mendekat, sering
terdapat suatu periode perlambatan di mana banyak orang menghadapi prospek
untuk harus menerima keadaan menurunnya level kekuasaan dan tanggung jawab dan
pada saat seperti ini mereka harus belajar menerima dan mengembangkan peranan
baru sebagai mentor dan orang kepercayaan bagi mereka yang lebih muda.
Selanjutnya orang memasuki masa pensiun yang tidak dapat dihindari, setelah
orang menghadapi prospek menemukan alternatif penggunaan waktu dan upaya yang
diadakan sebelumnya atas pekerjaan.
2.4. Jalur Karir
Jalur karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work
Sequence) yang harus dilalui pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir.
Tersirat di sini, jalur karir selalu bersifat formal, dan ditentukan oleh
organisasi (bukan oleh pegawai). Jalur karir selalu bersifat ideal dan
normatif. Artinya dengan asumsi setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama
dengan pegawai lain, maka setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama
untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Meskipun demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal seperti
ini. Ada pegawai yang bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai karir
buruk meskipun prestasi kerja yang ditunjukkannya bagus.
Dalam organisasi yang baik dan mapan, jalur karir pegawai
selalu jelas dan eksplisit, baik titik-titik karir yang dilalui maupun
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Jalur karir adalah pola pekerjaan berurutan yang membentuk karir
seseorang. Jalur karier adalah garis kemajuan yang fleksibel yang secara khusus
digunakan oleh karyawan untuk melakukan perpindahan jabatan selama bekerja
dengan suatu perusahaan.
Jalur karier memiliki suatu fokus secara historis pada mobilitas
ke atas di dalam suatu pekerjaan tertentu. Terdapat empat jalur karier yang
biasa digunakan oleh organisasi, yaitu :
l Jalur karier tradisional adalah suatu tipe
jalur karier di mana karyawan mengalami kemajuan secara vertikal ke atas di
dalam suatu organisasi dan suatu jabatan tertentu ke jabatan berikutnya.
l Jalur karier jaringan adalah jalur karier
yang meliputi urutan urutan (sekuensi) jabatan secara vertikal dan horizontal.
Jalur karier ini mengakui adanya saling pertukaran pengalaman pada level
tertentu dan kebutuhan pengalaman yang luas pada suatu level sebelum promosi ke
level yang lebih tinggi.
l Jalur karier lateral adalah jalur karier
yang memungkinkan seseorang memperoleh revitalisasi dan menemukan tantangan
baru pada jenjang posisi yang sama karena jumlah jabatan yang akan ditempati
sangat terbatas. Dalam hal ini tidak ada promosi dan kenaikan upah, namun nilai
seseorang menjadi lebih tinggi dengan ditempatkannya pada posisi yang lebih
menantan.
l Jalur karier rangkap adalah jalur karir
ganda yang diberikan kepada seseorang karena pengetahuan teknisnya sebagai
penghargaan kepadanya. Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan berteknologi
tinggi dan karyawan tersebut tidak masuk dalam jajaran manajemen struktural.
Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa macam, di
antaranya :
·
Puncak datar (plateau)
Puncak datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian
seseorang. Dewasa ini, para pekerja mencapai puncak datarnya lebih cepat.
Sebuah puncak datar merupakan dilema yang menimbulkan rasa putus asa bagi
kebanyakan pekerja yang merasa bahwa karir mereka telah berakhir. Selain itu,
banyak yang mengalami perasaan kegagalan pribadi.
·
Jalur karir berliku
Sebagian pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir
berliku, mereka meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak ke atas dengan
berpindah – pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, bahkan kadangkala
dari satu industri ke industri lain.
Para pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat
melakukan mutasi lateral guna memperluas keahlian manajerial mereka dan untuk
mengatasi tantangan – tantangan baru. Kadang – kadang, sebuah mutasi lateral
dapat membuka jalur ke ata yang baru. Beberapa pekerja menjadi lebih merasa
terlibat dalam melatih para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian
mereka. Sementara yang lain lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka dengan
melanjutkan studi yang lebih tinggi dan selanjutnya mengembangkan kehidupan
sosial mereka. Semakin banyak perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan
seminar karir dengan tujuan meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang sekarang,
selain terus berupaya menyesuaikan aspek – aspek dalam jabatan dengan kegemaran
dan bakat manajer dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar.
·
Jalur karir rangkap
Perusahaan juga mengakui adanya jalur karir rangkap (dual career
path), suatu konsep yang mulai dikenal pada pertengahan tahun 1970-an. Jalur
karir rangkap dirancang untuk memberikan peluang bagi para profesional
nonmanajerial untuk mencapai jenjang karir yang lebih tinggi, dan memberikan
penghargaan serta prestise yang sama sebagaimana mitra kerja manajerial mereka,
sementara meeka tetap bekerja di bidang profesional mereka. Jalur karir rangkap
diharapkan dapat memeprtahankan para profesional berbakat yang merasa kecewa
karena kurangnya peluang kemajuan dalam organisasi, kecuali jika mereka masuk
ke dalam manajemen (sesuatu yang tidak mereka inginkan).
·
Jalur Ibu
Jalur ibu memberi manfaat yang mendasar bagi organisasi, para
manajer, dan profesional. Jalur ibu memungkinkan perusahaan mempertahankan
banyak wanita ‘karir dan keluarga’ yang berbakat, yang akan meninggalkan
pekerjaannya karena tuntutan keluarga bila kebutuhannya tidak terpenuhi.
Organisasi yang fleksibel akan dapat mempertahankan kontribusi para pekerja
wanita untuk jangka panjang dan mencegah lenyapnya sejumlah investasi dalam
latihan dan pengembangan jika mereka dikeluarkan.
Bagi kaum wanita, jalur ibu memberi peluang untuk mencurahkan
waktu bagi keluarga dan melanjutkan karir mereka. Jalur ibu juga memberi
kesempatan bagi lebih banyak wanita untuk memiliki anak, sebuah pilihan yang
tidak bisa diambil para eksekutif wanita karena akan mengganggu karir mereka.
2.5. Perencanaan Karir
dalam Manajemen
Perencanaan karir adalah salah satu fungsi manajemen
karir. Perencanaan karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh
individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai,
terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai
tujuan karir tertentu. Yang perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai
harus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan
organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan
rencana yang baik dan realistis.
Perencanaan karir merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan
perjalanan karir pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan karir tertentu.
A. Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan
untuk
mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :
a. Profil Kebutuhan Pegawai
Semua organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal
mobilitas pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi,
dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas,
dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali
diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi
(catatan kuantitas pegawai) dan pemetaan normatif (kualitatif).
Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai adalah gambaran
(kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Pemetaan kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara
memenuhi kebutuhan tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan
pegawai; antara lain adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai baru,
relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan
pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban
kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.
b. Deskripsi Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus
membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup
rumit. Namun pada prinsipnya, sebuah organisasi seharusnya mempunyai daftar
untuk semua jenis pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk
mengerjakannya (job requirement).
c. Peta Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama
jabatan (Job title) beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan
jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari
satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan
segera tahu dan mengerti masa depan karirnya sendiri.
d. Mekanisme Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu,
kinerja pegawai harus dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu
mekanisme penilaian yang jelas.
B. Perencanaan Karir Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan
dianggap penting bila tidak ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai
tersebut. Karena itu, perencenaan karir ditingkat organisasi harus bisa “
diterjemahkan” menjadi perencanaan karir ditingkat individu pegawai. Telah
dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk
kesebuah organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu.
Dan hal ini berlaku bagi siapapun yang bekerja diorganisasi tersebut, dari
pegawai ditingkat yang paling rendah sampai ke tingkat pimpinan yang paling
tinggi.
Pada dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai
adalah mengetahui sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa
depan, serta menentukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir
tersebut dapat dicapai secara efektif-efisien.
Lima Syarat Utama
Perencanaan Karir Pegawai
1. Dialog
Urusan karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir
harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya
jawab mengenai prospek mereka sendiri. Ini kelihatannya mudah. Tetapi di negara
timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan denga pegawai. Pegawai sering
kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka sendiri.
Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir
sering kali tabu dibicarakan. Meskipun demikian dialog tentang
karir ini harus diusahakan terjadi antara organisasi (misalnya diwakili
seorang pimpinan) dengan pegawai. Melalui dialog inilah diharapkan timbul
saling pengertian antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa depan si
pegawai.
2. Bimbingan
Tidak semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya
sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan
bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui bimbingan inilah pegawai
dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir mereka. Misalnya,
pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka
pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut,
serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai
secara efisien.
3. Keterlibatan Individual
Dalam rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai
tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang
boleh diperlakukan semena- mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka.
Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir.
Mereka harus diberi kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam proses
tersebut. Jika tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya
dilihat dari sisi kepentingan organisasi belaka.
4. Umpan Balik
Sebenarnya, proses pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada
dialog. Tetapi dalam hal ini ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai
hak untuk mengetahui setiap keputusan yang berkenaan dengan karir mereka. Jika
dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa mereka dipromosikan. Bila tidak
terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup lama, mereka juga berhak tahu
mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya. Organisasi berkewajiban menjawab
pertanyaan tersebut.
5. Mekanisme Perencanaan Karir
Yang maksud di sini adalah tata cara atau prosedur yang
ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya.
Dalam mekanisme perencanaan karir ini harus diusahakan agar empat hal di atas
(dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik) dapat terwadahi.
Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur
yang lebih rinci, formal, dan tertulis.
Mekanisme Perencanaan Karir
Pegawai
Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses
perencanaan karir pegawai.
1. Analisis Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan
karir pegawai, adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan
yang dimiliki oleh seorang pegawai, agar dengan demikian karir pegawai
yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan
oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah
pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai
dapat diidentifikasi sebaik- baiknya.
Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir
pegawai yaitu career by objective (CBO) dan analisis peran kompotensi.
a) Career By Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab
beberapa
pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
• Dimana saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk
membantu
pegawai mengingat kembali apa saja yang pernah dicapainya di
masa
lalu, dan kegagalan apa saja yang pernah dialaminya. Dengan kata
lain,
pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk mengkaji kembali
perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda pada
bagian
– bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia
sukses, di
mana pula ia gagal.
• Siapa saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu
pegawai
menemukan jati dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi
jiwanya sendiri dan menjawab:
• Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya
? Apakah saya
punya bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya
pemberani ? Penakut ?
Jujur ? dan seterusnya.
• Apa yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini
dimaksud untuk
membantu pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara
realistis. Ia dibantu untuk menjawab: Apakah dengan kemampuan
yang
saya miliki ini, saya tanpa sadar mendambakan sesuatu yang
terlalu
muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu rendah ? Pesimis ?
Kurang
ambisius ?
• Pekerjaan apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan
ini
mendorong pegawai untuk berpikir lebih realistis dan praktis. Ia
dituntut
untuk memilih. Ia dituntut untuk menentukan nasibnya sendiri.
Apakah
saya cocok bekerja dilapangan yang membutuhkan keterampila
keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan kemauan
untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal-
hal yang
teoritis dan konseptual ?
• Jabatan apa yang paling cocok untuk saya ?
Pertanyaan ini sudah
menjurus ke jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat
si
pegawai bekerja. Cocokkah saya staf marketing ? Atau saya justru
lebih
cocok bekerja sebagai staf keuangan dan sebagainya.
b) Analisis Peran – Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah
analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk
seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh
si pegawai dan kompetensi mana yang belum dikuasi.
Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk
melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis,
kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum
dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada.
2. Pemetaan Karir Individu
Jika analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal
ini diharapkan telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang
pegawai. Jika hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut
seharusnya sudah dapat dibuat.
Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk
menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat
kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.
3. Penilaian Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk
menduduki jabatan tertentu di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus
dibuktikan secara empiris (nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya
bakat dan kemampuan yang menunjang jabatan-jabatan yang tersebut dalam
peta keriernya.
Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk
mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja
bukti-bukti nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya
berguna untuk keperluan pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan
lain seperti menentukan bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu
kebijakan, dan lain-lain.
4. Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada
seorang pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan
yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra
untuk menentukan sikap mana yang paling benar.
Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya
sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya
sendiri ? Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan
mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak
tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat
atau lambat akan menimbulkan masalah bagi semua pihak.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan
yang dilakukan seseorang selama masa usia kerjanya”. Perencanaan karir adalah
salah satu fungsi manajemen karir. Perencanaan karir adalah perencanaan
yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi
berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi
seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu digarisbawahi,
perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai
yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai
tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis. Perencanaan karir
merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan perjalanan kerier pegawai serta
mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir
tertentu.
3.2. Saran
·
Para karyawan harus memiliki pengetahuan, keahlian, sikap,
nilai, dan peluang untuk mencapai karir yang memuaskan.
·
Hendaknya jangan sampai kehidupan pribadi mempengaruhi kehidupan
karir seseorang.
·
Karir seseorang harus direncanakan dengan cermat karena hal itu
mendorong seseorang untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya masing –
masing dalam pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson, James L. 1996. Manajemen. Jakarta:Erlangga.
Handoko, T.Hani, 2001, Manajemen Personalia Dan Sumber
Daya Manusia,
Edisi Kedua, Penerbit BPFE, Yogyakarta
Mathis, Robert. 2006. “Human Resource Management”. Jakarta: Salemba Empat